Terbit di Koran harian pagi ibu kota INDOPOS Tanggal 1 Juli 2011
KESABARAN, keuletan, dan fokus pada niat merupakan kunci sukses yang diraih oleh Imam Suhadi. Pria kelahiran Patianrowo, Nganjuk, Jawa Timur, pada 1970 itu terbilang lama merantau ke luar negeri. Dia menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia mulai 1993 hingga 2004.’’Saya awalnya ilegal. Tapi pada 1996 ada pemutihan, legal sampai 2004, baru pulang. Niatan saya membantu orangtua menyekolahkan adik-adik dan cari modal. Saat ke Malaysia, masih bujang, sekitar umur 22 tahun,’’ ujar Imam yang kini tinggal di Kalianyar, Kertosono, Nganjuk ketika dihubungi INDOPOS, Rabu (29/6).
Imam awalnya bekerja di bagian jasa pengantar. Kemudian masih dalam majikan yang sama, Imam dipercaya menjadi sopir.’’Majikan saya dari awal hingga pulang ya satu. Dia baik, saya diuruskan SIM, pernah diajak ke Thailand dua kali dan juga ke Singapura. Kalau Imlek juga dapat angpao. Dia juga menghormati saya sebagai muslim, memberi kebebasan untuk melaksanakan salat. Jelang Lebaran juga dapat bonus,’’ aku Imam yang ketika merantau telah menamatkan SMA tersebut.
Selama di Malaysia, Imam yang merupakan anak kedua dari tujuh bersaudara itu tidak hanya dapat membantu orangtuanya menyekolahkan adik-adiknya dan mendapat modal. Imam juga memeroleh jodoh perempuan Indonesia yang bekerja di Malaysia, Dewi Supatminingsih.’’Saya bertemu di Malaysia. Sama-sama bekerja di kawasan Kuala Lumpur. Tapi beda majikan. Dia yang berasal dari Blitar ketika itu bertugas mengurus anak-anak majikan. Pada 2000, saya kenal dia. Tanpa pacaran. Cocok, saya ajak pulang ke Indonesia. Nikah pada 2000 juga. Setelah menikah, kembali lagi ke Malaysia. Tapi saya ajak istri ikut majikan saya. Jadi saya dan istri satu majikan. Istri kerja di toko,’’ terang Imam yang dikaruniai 3 anak buah pernikahannya dengan Dewi Supatminingsih.
Imam bersama istri memutuskan pulang pada 2004. ’’Toko majikan merosot. Majikan ada yang meninggal juga. Terus modal yang saya kumpulkan bersama istri sudah lumayan, akhirnya kami minta izin pulang ke Indonesia. Dari pengalaman bekerja di Malaysia itu, saya bersama istri membuka toko juga. Itu saya cicil. Sewaktu masih di Malaysia, beli tanah dan mendirikan bengunannya. Setelah saya pulang, baru diisi,’’ jelas Imam yang seorang anaknya lahir di Malaysia dan dua lainnya di Indonesia.
Imam dan keluarga juga tinggal di toko yang berukuran 9 x 17 meter tersebut. Bawah untuk toko, sedangkan atas untuk rumah. Dari awal hingga sekarang, jenis barang-barang yang dijual oleh Imam di tokonya tidak mengalami perubahan. Di toko itu, Imam melayani isi ulang air, konter handphone, menjual aneka sembako, dan kebutuhan sehari-hari.’’Dari dulu yang dijual ya seperti itu hingga sekarang. Tidak saya kurangi. Semi minimarketlah,’’ imbuh Imam yang kini mempekerjakan 3 orang tersebut. Imam pun terus mengembangkan usahanya. Tanah yang ada di dekat toko tersebut sudah dia beli.’’Sudah beli tanah di sebelah, tapi belum dibangun. Rencananya untuk usaha atau toko bahan-bahan bangunan,’’ tambahnya.
Sebagai mantan TKI yang pernah bekerja di Malaysia, Imam mengaku, dia dan istrinya termasuk beruntung, karena mendapat majikan yang baik. Praktis dia dan istri tidak pernah mengalami permasalahan dengan majikan.’’Majikan anaknya cuma satu, perempuan. Saya di sana kan lama, ibaratnya sudah dianggap seperti anak angkat,’’ jelasnya.
Dia juga berharap, para TKI tidak lupa dengan niat awal bekerja di luar negeri. ’’Ke luar negeri boleh untuk mengembangkan ekonomi Indonesia dengan syarat ingat tujuan awal bekerja. Sebab, beberapa yang saya temui ada yang lupa tujuan awalnya. Ada yang gajinya lebih gede dari saya, punya uang lumayan, tapi untuk foya-foya. Tidak ada yang nyangkut di Indonesia. Pulang ya tidak bawa apa-apa. Kalau seperti ini, mendingan tidak usah ke luar negeri,’’ ceritanya.
Dengan pulang membawa modal, mantan TKI bisa membuka usaha dan mengembangkannya. Ulet dan sabar. ’’Yang penting mau berusaha, tidak usah gengsi. Setelah pulang menjadi TKI tidak cari kerja lagi, syukur dapat menciptakan lapangan kerja,’’ terangnya.
Imam juga mengatakan, dari pengalamannya, para TKI membutuhkan perlindungan dari segala hal yang bisa merugikan. ’’Sistem perlindungan dibenahi agar para TKI mendapat hak-haknya. Ketika saya di Malaysia, TKI, terutama yang bekerja di sektor pembantu rumah tangga kasihan. Istilahnya tidak ada jam kerja. Bekerja pukul 04.00 hingga 9 malam. Pekerjaan rumah ditanggung semua oleh pembantu tersebut,’’ jelasnya.
Pemerintah sendiri terus melakukan perbaikan. Bahkan telah melakukan moratorium TKI ke sejumlah negara. Ini dilakukan untuk melindungi TKI, para TKI mendapatkan hak-haknya dengan layak, dan tidak dianggap sebelah mata oleh mereka yang mempekerjakannya. (zul)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Info : bagi yg ingin mengcopi link atau isi dari blog ini tolong dikutsertakan link pengguna...semoga berguna dan mermanfaat